Translate

Translate

Selasa, 03 September 2013

Kaidah Islam Dalam Menempuh Jalan Kejujuran dan Keharusan Adil Dalam Menetapkan Hukum


Kaidah Islam Dalam Menempuh Jalan Kejujuran dan Keharusan Adil Dalam Menetapkan Hukum

Addthis
Jamaah Shalat Jum’at yang dirahmati Allah, Puji serta syukur kita panjatkan ke hadirat Allah SWT, Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada junjungan Nabi Muhamamd SAW, keluarga, para sahabat dan umatnya yang senantiasa mentaati ajarannya. Khatib berwasiat kepada diri khatib dan mengajak kepada Jama'ah marilah kita meningkatkan ketaqwaan kita kepada Allah SWT dengan melaksanakan seluruh perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Sifat jujur dan adil  merupakan inti dalam ajaran Islam. Ada anekdot dalam masyarakat "Mencari orang pinter di negeri ini sungguh baanyak, tetapi mencari orang yang jujur (bener/lurus) menjadi hal yang teramat langka dan suulit".  Kejujuran menempati kedudukan istimewa dalam ajaran Islam, karena ia merupakan penopang/penyangga jalan kebaikan bagi manusia. Menurut Al-Qusyairi, kejujuran menempati kedudukan setingkat di bawah kenabian, sebagaimana firman Allah SWT:
 
وَمَن يُطِعِ اللّهَ وَالرَّسُولَ فَأُوْلَـئِكَ مَعَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللّهُ عَلَيْهِم مِّنَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاء وَالصَّالِحِينَ وَحَسُنَ أُولَـئِكَ رَفِيقاً
 
''Dan barangsiapa yang menaati Allah dan Rasul-Nya, maka mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu para nabi dan orang-orang yang menetapi kebenaran.'' (QS An-Nisa [4]: 69).
Alquran memuji orang-orang yang jujur lebih dari lima puluh kali. Salah satunya yang termaktub dalam surah al-Ahzab [33] ayat 24:
 
لِيَجْزِيَ اللَّهُ الصَّادِقِينَ بِصِدْقِهِمْ وَيُعَذِّبَ الْمُنَافِقِينَ إِن شَاء أَوْ يَتُوبَ عَلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ غَفُوراً رَّحِيماً
 
''Supaya Allah memberikan balasan kepada orang-orang yang benar itu karena kebenarannya, dan menyiksa orang-orang munafik jika dikehendaki-Nya, atau menerima taubat mereka.''
Kejujuran yang bagaimanakah yang dimaksud oleh Alquran itu? Salah satu cirinya adalah jika batin seseorang serasi dengan perbuatan lahirnya. Sebagaimana diriwayatkan Abu Qilabah bahwa Umar bin Khathab RA melarang umat Islam menilai dan melihat puasa atau shalat seseorang, tetapi hendaknya melihat kejujuran ucapan seseorang jika ia berbicara, amanahnya jika ia diberi tanggung jawab, dan kemampuannya meninggalkan apa pun yang meragukan jika mendapat kenikmatan dunia.
Inti kejujuran adalah jika seseorang berkata benar dalam situasi-situasi di mana hanya dusta yang bisa menyelamatkannya. Pernyataan senada juga diutarakan Imam Thabari. Ia menekankan pentingya seseorang berkata dan berbuat jujur dalam kehidupan sehari-hari, walaupun kejujuran itu akan membunuh atau membinasakannya.
Contoh ideal dalam hal ini tentunya Rasulullah SAW. Kejujuran beliau yang mencerminkan ketinggian akhlak yang mendapat pujian Allah SWT seperti dalam firman-Nya:
 
وَإِنَّكَ لَعَلى خُلُقٍ عَظِيمٍ
 
 

''Dan engkau sungguh mempunyai akhlak yang agung.'' (QS al-Qalam [68]: 4).
Berlaku jujur merupakan sendi pokok dalam membangun keluhuran moral dan mental suatu bangsa untuk menciptakan keadilan dan kehidupan sosial yang lebih harmonis dan tenteram dalam suatu masuarakat, bangsa dan negara.
Oleh karena itu, kejujuran mesti tertanam dalam jiwa semua orang yang beriman.  Berkata bohong, berkomentar yang tidak berdasarkan fakta dan informasi yang benar, justru akan menyebabkan fitnah dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara termasuk akan merusak sendi-sendi keadilan. Selayaknyalah kita sama-sama menjaga kebersamaan dengan menjunjung tinggi kejujuran dan keadilan demi terciptanya keluhuran moral dan bermartabat bangsa.
Jama’ah yang dirahmati Allah Allah SWT,
Potret kondisi suatu masyarakat dimana telah terjadi ketidakjujuran, keadilan, kemunafikan, khianat,  fitnah dsb, telah terekam dan diabadikan dalam Al Qur’an surat an Nisaa’ 105-113:
 
إِنَّا أَنزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ لِتَحْكُمَ بَيْنَ النَّاسِ بِمَا أَرَاكَ اللّهُ وَلاَ تَكُن لِّلْخَآئِنِينَ خَصِيماً
 

 
وَاسْتَغْفِرِ اللّهَ إِنَّ اللّهَ كَانَ غَفُوراً رَّحِيماً
 

 
 
وَلاَ تُجَادِلْ عَنِ الَّذِينَ يَخْتَانُونَ أَنفُسَهُمْ إِنَّ اللّهَ لاَ يُحِبُّ مَن كَانَ خَوَّاناً أَثِيماً
 

Artinya:
“Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab kepadamu dengan membawa kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah Allah wahyukan kepadamu, dan janganlah kamu menjadi penantang (orang yang tidak bersalah), karena (membela) orang-orang yang khianat, (QS. 4:105). dan mohonlah ampun kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. 4:106). Dan janganlah kamu berdebat (untuk membela) orang-orang yang mengkhianati dirinya. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang selalu berkhianat lagi bergelimang dosa, (QS. 4:107)
Dalam Tafir At Tabarani, diriwayatkan oleh Ibnu Mardawaih dari Ibnu Abbas: “Bahwa salah seorang dari golongan Ansor yang berperang bersama Rasulullah SAW kehilangan baju besi. Seorang laki-laki dari Ansor  tertuduh mencuri baju besi tersebut. Pemilik Baju baju itu menghadap Rasulullah dan mengatakan bahwa Tu’mah bin Ubairik  yang mencuri baju besi itu dan meletakkannya di rumah seorang laki-laki Yahudi yang tidak bersalah. Kemudian Saudara/kerabat Tu’mah pergi dan menghadap Rasulullah pada suatu malam dan berkata kepada Beliau: “Sesungguhnya saudara kami Tu’mah bersih dari tuduhan itu, sesungguhnya pencuri baju besi itu si Fulan, dan kami benar-benar mengetahui tentang itu, maka bebaskanlah sudara kami dari segala tuduhan di hadapan khalayak dan belalah dia.
Kemudian berdirilah Rasulullah membersihkan Tu’mah dari segala tuduhan dan mengumumkan hal itu dihadapan khalayak ramai. Maka turunlah ayat 113 surat An Nisaa':
 
وَلَوْلاَ فَضْلُ اللّهِ عَلَيْكَ وَرَحْمَتُهُ لَهَمَّت طَّآئِفَةٌ مُّنْهُمْ أَن يُضِلُّوكَ وَمَا يُضِلُّونَ إِلاُّ أَنفُسَهُمْ وَمَا يَضُرُّونَكَ مِن شَيْءٍ وَأَنزَلَ اللّهُ عَلَيْكَ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَعَلَّمَكَ مَا لَمْ تَكُنْ تَعْلَمُ وَكَانَ فَضْلُ اللّهِ عَلَيْكَ عَظِيماً
 
“Sekiranya bukan karena karunia Allah dan rahmat-Nya kepadamu. Tetapi mereka tidak menyesatkan melainkan dirinya sendiri, dan mereka tidak dapat membahayakanmu sedikitpun kepadamu. Dan (juga karena) Allah telah menurunkan Kitab dan hikmah kepadamu dan telah mengajarkan kepadamu apa yang belum kamu ketahui. Dan adalah karunia Allah sangat besar atasmu”. (QS. 4:113)
Ayat ini menegur Rasulullah kerena Beliau percaya begitu saja terhadap laporan bani Ubairik dan Beliau dengan segera membebaskan Tu’mah, seolah-olah Beliau menjadi pembela bagi orang-orang yang belum tentu benar.
Kemudian Allah memerintahkan Rasulullah SAW memohon ampun kepada-Nya atas sikapnya yang lekas percaya kepada salah satu pihak yang berperkara karena sesungguhnya Allah Maha Tahu dan Maha Besar ampunan-Nya dan maha Pengasih dan Penyayang kepada hamba-Nya yang mau meminta ampun.
Hadirin yang berbahagia, tindakan Rasulullah tersebut bukanlah suatu kesalahan, Beliau memutuskan perkara yang dihadapi umatnya pada saat itu dengan ijtihad Beliau, karena tuduhan kepada Tu’mah tidak disertai dengan bukti-bukti yang kuat, lalu kemudian Beliau percaya dengan keterangan yang dalam al Qur’an disebutkan sebagai keterangan yang penuh dusta (palsu), kebohongan dan mengandung fitnah, adudomba dan menyesatkan.
Hikmah dan kesimpulan khutbah pada siang ini adalah:
1.       Al Qur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW untuk dijadikan pedoman dalam menetapkan hukum baik hal-hal yang menyangkut hablumminallah dan hablumminannas.
2.       Rasulullah dilarang membela orang yang khianat, tidak jujur, dan pembohong, dan pemberi kesaksian palsu.
3.       Para penghianat biasanya menyembunyikan kejahatannya terhadap manusia karena takut akan terbuka rahasianya. Tetapi Allah mengetahui segala apa yang tersembunyi dalam hati mereka.
4.       Meskipun para penghianat itu dapat lolos dari hukuman di dunia karena kepintaran mereka membolakbalikkan fakta/persoalan, namun di akhirat mereka tidak akan terlepas dari siksa dan Adzab Allah SWT.
5.       Orang-orang yang berbuat kejahatan kemudian menuduh orang lain yang tidak bersalah, akan mendapat dua dosa, yaitu dosa atas kejahatannya dan dosa atas tuduhannya yang tidak benar (fitnah) itu.
6.       Orang-orang yang terlanjur berbuat kejahatan atau kezaliman kemudian dia benar-benar bertaubat, maka Allah akan menerima taubatnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar