Translate

Translate

Sabtu, 28 September 2013

Doa Paling Shahih Saat Berbuka Puasa


Doa Paling Shahih Saat Berbuka Puasa

Oleh: Achmad Bima Wardana
Al-hamdulillah, segala puji bagi Allah. Shalawat dan salam atas Rasulullah, keluarga dan para sahabatnya.
Saat berbuka puasa merupakan saat yang membahagiakan bagi shaimin. Haus dan dahaga terobati dengan hidangan berbuka. Namun, di tengah kesenangan itu janganlah lupa akan tuntunan dalam menyantap hidangan berbuka, yaitu dzikir atau doa.
Saat akan menyantap hidangan berbuka hendaknya membaca basmalah (bismillah):
بِسْمِ اللَّهِ
Bismillaah
"Dengan menyebut nama Allah"
Dzikir di atas didasarkan pada hadits Umar bin Abi Salamah yang berkata bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallamtelah bersabda kepadanya:
يَا غُلَامُ سَمِّ اللَّهَ وَكُلْ بِيَمِينِكَ وَكُلْ مِمَّا يَلِيكَ
"Wahai anakku, sebutlah nama Allah, makanlah dengan tangan kananmu, dan makanlah makanan yang berada di dekatmu." (HR Bukhari no. 4957 dan Muslim no. 3767 dari Maktabah Syamilah)
Dan juga hadits Aisyah radliyallah 'anha, bahwa Rasulullahshallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
إِذَا أَكَلَ أَحَدُكُمْ طَعَامًا فَلْيَقُلْ بِسْمِ اللَّهِ
"Apabila seorang kalian ingin makan, hendaknya dia membaca "bismillah"." (HR. al Tirmidzi dan Ahmad. Dishahihkan oleh Syaikh al Albani dalam Shahih Sunan At-Tirmidzi no. 1513)
Dan jika dahaga telah hilang, keringnya tenggorokan telah basah dengan air, dan terasa nikmatnya berbuka, baru berdoa:
ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتْ الْعُرُوقُ وَثَبَتَ الْأَجْرُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ
Dzahaba Dzoma’u Wabtallatil ‘Uruuqu Wa Tsabatal Ajru Insya Allah
"Telah hilang rasa dahaga, dan dan telah basah kerongkongan, serta telah tetap pahala insya Allah."
Doa di atas disandarkan pada hadits Ibnu 'Umar Radhiyallahu 'Anhuma yang menuturkan,
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا أَفْطَرَ قَالَ ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتْ الْعُرُوقُ وَثَبَتَ الْأَجْرُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ
"Adalah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam apabila berbuka beliau berdoa Dzahaba Dzoma’u Wabtallatil ‘Uruuqu Wa Tsabatal Ajru Insya Allah." (HR. Abu Dawud no. 2357, al-Daruquthni, no. 2242. Syaikh Al-Albani dalam Shahih Abi Dawud, no. 2066 menghukuminya sebagai hadits hasan, al-Imam al-Daruquthni mengatakan: Isnadnya hasan, Al-Hakim mengatakan: Ini hadits shahih, dan Al-Hafidz Ibnul Hajar mengatakan: Ini hadits hasan)
Adakah Doa Lainnya?
Doa khusus lainnya yang dibaca saat berbuka antara lain,
اللَّهُمَّ لَكَ صُمْتُ وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْتُ
"Ya Allah untuk-Mu aku berpuasa, dan atas Rizki-Mu aku berbuka." (HR. Abu Dawud dari Mu'adz bin Zuhrah, no. 2011 dari Maktabah Syamilah. Ibnu Sunni juga mengeluarkannya dalam kitabnya “Amalul Yaumi wal Lailah” dari Ibnu Abbas radhiallahu anhu no:481, dan Abu Dawud no: 2358 dan dalam sanadnya ada Abdul Malik bin Harun bin Antarah dilemahkan oleh Imam Ahmad dan Ad-Daruquthni. Dan beliau berkata: Yahya berkata: demikianlah dia. Abu Hatim berkata: dia matruk (ditinggalkan). Ibnu Qayyim berkata dalam Zadul Ma’ad 2/51: hadits ini tidak benar)
Memang ada sebagian ulama yang menghukuminya sebagai hadits hasan. Namun yang lebih kuat hadits ini berstatus mursal dan berstatus dhaif sebagaimana yang diutarakan oleh al-Albani dalam Dhaif Sunan Abi Dawud, no. 510. Beliau mengatakan: "Hadits ini lemah sanadnya disamping karena mursal juga perawinya Muadz bin Zahrah majhul (tidak dikenal) Lihat Irwaul Ghalil (4/38)."
. . . Bagi orang yang berpuasa dianjurkan untuk banyak berdoa di tengah-tengah pelaksanaan shiyamnya dan saat berbuka. . .
Perbanyak Berdoa Saat Berbuka
Sesungguhnya waktu berbuka adalah tempat dikabulkannya doa, karena di penghujung ibadah. Sementara doa sesudah selesai melaksanakan ibadah memiliki kedudukan agung dalam timbangan syariat, seperti doa setelah melaksanakan shalat lima waktu dan ibadah haji. Apalagi saat usai melaksanakan puasa, yang saat itu seseorang dalam kondisi yang lemah dan kondisi yang sangat lemah, di tambah hati yang lembut, akan lebih menguatkan untuk datang dan berharap kepada Allah 'Azza wa Jalla.
Bagi orang yang berpuasa dianjurkan untuk banyak berdoa di tengah-tengah pelaksanaan shiyamnya dan saat berbuka. Hal ini ditunjukkan oleh renretan ayat shiyam yang diakhiri dengan perintah doa.
وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ
“dan apabila hamba-Ku bertanya kepadamu tentang-Ku maka sesungguhnya Aku dekat, Aku mengkabulkan seruan orang yang berdoa apabila berdoa kepada-Ku. Hendaklah mereka memenuhi perintah-Ku dan beriman kepada-Ku, agar mereka memperoleh kebenaran.” (QS. Al-Baqarah: 186) ini menunjukkan akan pentingnya berdoa di bulan ini.
Anjuran berdoa di saat berbuka juga diperkuat oleh sabda Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam,
ثَلَاثَةٌ لَا تُرَدُّ دَعْوَتُهُمْ الْإِمَامُ الْعَادِلُ وَالصَّائِمُ حَتَّى يُفْطِرَ وَدَعْوَةُ الْمَظْلُومِ
“Ada tiga orang yang doa mereka tidak ditolak oleh Allah: Pemimpin yang adil, orang yang berpuasa sampai ia berbuka, dan doanya orang yang terzalimi." (HR. Al-Tirmidi, Ahmad, Ibnu Majah. Dishahihkan Syu'aib al-Arnauth dalam Tahqiq al-Musnad)
Dalam lafadz al-Tirmidzi, “ . . . dan orang yang berpuasa saat ia berbuka.” (Dishahihkan Al-Albani dalam Shahih al-Tirmidzi)
Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin berkata dipenghujung keterangan beliau tentang doa saat berbuka, “. . .Yang penting kalau Anda berdoa dengan itu atau yang lainnya ketika berbuka maka itu adalah tempat terkabulkannya (doa).” (Dinukil dari Majmu’ Fatawa Sykeh Ibnu Utsaimin, 19 soal no. 341)
Kesimpulan
Bagi orang yang berpuasa silahkan berdoa kepada Allah pada saat berbuka sesuai hajat yang dikehendakinya. Seperti, meminta surga dan berlindung dari neraka, beristighfar (memohon ampunan), dikuatkan imannya, dilapangkan rizki dan doa-doa yang lainnya. Adapun membaca doa khusus yang disandarkan kepada berbuka puasa, maka doa yang paling kuat adalah:
ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتْ الْعُرُوقُ وَثَبَتَ الْأَجْرُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ

"Telah hilang rasa dahaga, dan dan telah basah kerongkongan, serta telah tetap pahala insya Allah."
Doa ini lebih utama diamalkan dari pada yang satunya karena derajatnya lebih baik. Dan Secara dhahirnya hadits ini dibaca saat sudah mulai berbuka puasa bukan sebelumnya. Wallahu Ta'ala a'lam.

Doa Agar Anak Rajin Shalat



رَبِّ اجْعَلْنِي مُقِيمَ الصَّلَاةِ وَمِنْ ذُرِّيَّتِي رَبَّنَا وَتَقَبَّلْ دُعَاءِ
“Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang yang senantiasa mendirikan salat, Wahai Tuhan kami, perkenankanlah doaku.” (QS. Ibrahim: 40)
____________________________________
Oleh: Achmad Bima Wardana
Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam teruntuk Rasulullah –Shallallahu 'Alaihi Wasallam-, keluarga dan para sahabatnya.
Doa ini adalah salah satu doa terbaik yang pernah dipanjatkan Nabiyullah Ibrahim ‘Alaihis salam yang dibadikan dalam Al-Qur'an. Pasti doa ini sangat istimewa dan penuh keberkahan. Selayaknya setiap hamba mukmin menjaganya dan senantiasa membacanya. Karena tidak ada sesuatu yang lebih disukai seorang hamba mukmin daripada dia dan orang-orang yang dicintainya menjadi ahli shalat. Karena shalat memiliki kedudukan yang sangat penting dalam agama seseorang. Shalat menjadi tiang agamanya dan barometer keimanannya, jika baik shalatnya maka baik pula semua amalnya; sebaliknya jika buruk shalatnya maka buruk pula semua amalnya.
Allah mengabadikan doa Ibadurrahman yang berisi harapan dari pasangan dan anak turunnya sebagai qurrata a’yun (penyejuk mata dan pembahagia hati), yakni mereka menjadi hamba-hamba Allah yang taat kepada-Nya.
رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا
Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al-Furqan: 74)
Al-Hasan Al-Bashri rahimahullah memaknakan “Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami),” adalah yang taat kepada Allah, karena tiada sesuatu yang lebih membuat senang pandangan seorang mukmin dari pada melihat orang yang dicintainya dalam ketaatan." (Lihat Fathul Baari dalam tafsir ayat di atas).
Sebaliknya, Allah menyebutkan ciri utama generasi pengganti buruk lagi sesat dengan sifat tidak memperhatikan urusan shalat.
فَخَلَفَ مِنْ بَعْدِهِمْ خَلْفٌ أَضَاعُوا الصَّلَاةَ وَاتَّبَعُوا الشَّهَوَاتِ فَسَوْفَ يَلْقَوْنَ غَيًّا
Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan salat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan.” (QS. Maryam: 59)
Makna Idha’atus Shalat (menyia-nyiakan shalat) menurut ulama tafsir adalah shalat di luar waktunya dan suka meninggalkan shalat.
Karenanya Syariat datang memerintahkan kepada orang tua untuk menyuruh anak-anaknya shalat saat usia 7 tahun. Jika masih suka meninggalkan shalat saat masuk usia 10 tahun agar memukulnya. Ini juga mengandung perintah agar orang tua mengajari anak-anaknya shalat.
Kemudian usaha ini disempurnakan dengan doa agar Allah memberikan taufik kepada diri kita dan anak-anak turun kita untuk menjaga urusan shalat ini. Karena tidak ada sesuatu terjadi di muka bumi ini kecuali dengan izin dan kehendaknya, termasuk menjadi orang yang menegakkan shalat.
Penjelasan Isi Doa
Maksud “Ya Tuhanku, jadikanlah aku orang-orang yang senantiasa mendirikan salat” adalah: Wahai Rabbku jadikan aku termasuk orang yang menjaga shalat pada waktunya, menyempurnakan rukun dan syarat-syaratnya, serta apa saja yang menjadikan shalat itu sempurna. Dikhususkannya menegakkan shalat dengan doa ini yang tidak diminta secara khusus pada ibadah-ibadah selainnya menunjukkan pentingnya urusan shalat. Karena shalat merupakan syi’ar iman dan pokok amal dalam Islam.
“Dan anak turunku. .”: begitu juga jadikan dari anak turunku orang yang menegakkan shalat dengan cara yang sempurna dan paripurna.
“Wahai Tuhan kami, perkenankanlah doaku,”: Ya Allah kabulkan doaku ini. Berisi pengulangan dan desakan agar doa benar-benar dikabulkan. Dibuktikan pengulangan nida’(panggilan) kepada Allah dengan menyebut Rububiyyah-Nya yang menunjukkan tadharru’ (merendahkan diri) yang sempurna di hadapan Allah 'Azza Wa Jalla. Wallahu Ta’ala A’lam.

4 Kondisi Hamba dan Tuntutannya


4 Kondisi Hamba dan Tuntutannya

Oleh: Achmad Bima Wardana
Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam atas Rasulullah –Shallallahu 'Alaihi Wasallam-, keluarga, para sahabat dan umatnya hingga akhir zaman.
Manusia diperintahkan bertakwa kepada Allah dalam setiap kondisinya, kapan dan di mana saja ia berada. Sedangkan seorang hahma memiliki 4 kondisi yang ia berada di atasnya, tidak ada ke limanya. Keempatnya menuntut seorang hamba untuk bersikap tepat sesuai dengan tuntutannya sehingga ia tetap berada dalam kerindhaan Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Keempat kondisi tersebut adalah nikmat, ujian, taat, dan maksiat.
Apabila ia berada dalam kondisi mendapat nikmat maka tuntutannya adalah ia bersyukur.
Apabila ia berada dalam kondisi mendapat ujian maka tuntutannya adalah ia bersabar.
Apabila ia melaksanakan ketaatan maka tuntutannya adalah mengakui karunia-Nya kepada dirinya.
Apabila ia melaksanakan kemaksiatan maka tuntutannya adalah ia beristighfar (memohon ampun).
Jika setiap saat kita berisi 4 hal di atas maka kita akan menjadi manusia yang bahagia dunia dan akhirat.

Bolehkah Wanita Haid Memandikan Jenazah?


Bolehkah Wanita Haid Memandikan Jenazah?

Pertanyaan:
Apakah jenazah perempuan tidak boleh dimandikan oleh wanita yang sedang haid?
Nur Ramadhani – Duren Sawit
Jawaban:
Al-Hamdulillah, shalawat dan salam teruntuk Rasulullah, keluarga dan para sahabatnya.
Baarakallahu fiik Ukhti Nur Ramadhani, Para ulama tidak berbeda pendapat tentang sah dan bolehnya wanita haid memandikan jenazah. Perbedaan pendapat mereka berkaitan dengan kemakruhannya. Ada dua pendapat besar; Pertama: makruh atas wanita haid memandikan jenazah, ini pendapat beberapa ulama dari kalangan Tabi’in seperti Imam Hasan Bashri dan Ibnu Sirin. Madhab Hambali memilih pendapat ini.
Pendapat kedua: tidak dimakruhkan atas wanita haid memandikan jenazah, ini pendapat jumhur ulama dari kalangan Tabi’in dan sesudahnya seperti Alqamah, ‘Atha, pendapat Madhab Hanafiyah, Malikiyah, Syafi’iyah dan satu riwayat dari Imam Ahmad. Inilah pendapat yang lebih benar, karena menetapkan hukum makruh adalah perkara syar’i yang membutuhkan dalil. Sedangkan tidak ditemukan dalil yang melarang dan memakruhkannya. (Disarikan dari jawaban Syaikh Khalid al-Mushlih, dinukil dari islamway.com)
Fatwa Lajnah Daimah
يجوز للمرأة وهي حائض أن تغسل النساء وتكفنهن ، ولها أن تغسل من الرجال زوجها فقط ، ولا يعتبر الحيض مانعاً من تغسيل الجنازة
“Wanita yang sedang haid boleh memandikan jenazah para wanita dan mengafani mereka. Dibolehkan juga baginya memandikan sebagian kaum lelaki, hanya suaminya saja. Haid tidak menjadi penghalang dari memandikan jenazah.” (Fatawa Al-Lajnah al-Daimah li al-Buhuts al-‘Ilmiyah wal Ifta’: 8/369). Wallau Ta’ala A’lam.

Adakah Shalat Sunnah Sebelum Waktu Dhuha?


Adakah Shalat Sunnah Sebelum Waktu Dhuha?

Soal:
Adakah dalilnya shalat sunat 2 rakaat sebelum (waktu) dhuha?
Jawab:
Oleh: Badrul Tamam
Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah. Shalawat dan salam atas Rasulullah –Shallallahu 'Alaihi Wasallam-, keluarga dan para sahabatnya.
Mungkin yang dimaksud adalah Shalat Isyraq, yaitu shalat dua rakaat yang dikerjakan setelah matahari terbit, kira-kira sekitar lima belas menit setelah matahari terbit. Menurut Syaikh Utsaimin, Syaikh Ibnu Bazz, dan lainnya adalah ini termasuk shalat Dhuha. Sebab waktu  Shalat Dhuha sesudah matahari terbit dan meninggi satu tombak, -sekitar 15 sampai 20 menit sesudah terbit- sampai matahari mendekati dipertengahan, -sekitar 10 menit sebelum di pertengahan-.
Tentang keutamaan shalat Isyraq ini dijelaskan dalam hadits yang berstatus hasan pahalanya seperti haji dan umrah dengan sempurna.
Dari Anas bin Malik Radhiyallahu 'Anhu, RasulullahShallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,
مَنْ صَلَّى الْغَدَاةَ فِي جَمَاعَةٍ ثُمَّ قَعَدَ يَذْكُرُ اللَّهَ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ كَانَتْ لَهُ كَأَجْرِ حَجَّةٍ وَعُمْرَةٍ  تَامَّةٍ تَامَّةٍ تَامَّةٍ

“Siapa yang shalat Shubuh dengan berjamaah, lalu duduk berdzikir kepada Allah sehingga matahari terbit, kemudian shalat dua rakaat, maka ia mendapatkan pahala haji dan umrah sempurna (diulang tiga kali).” (HR. Al-Tirmidzi, dihassankan oleh Al-Albani dalam al-MIsykah, no. 971)
Diperolehnya keutamaan tersebut apabila ditegakkan syarat-syarat yang disebutkan di dalamnya: Shalat Shubuh berjama'ah, berada di tempat ia shalat (tidak berpindah dari tempat shalatnya), waktunya diisi dengan dzikir (bukan membicarakan urusan duniawi atau menyakiti orang), masih dalam keadaan suci, sampai terbit matahari, dan diakhiri dengan shalat dua rakaat di waktu Dhuha. Kalau syarat-syarat ini ditegakkan, maka shalat tersebut berpahala besar. Namun, jika hanya shalat dua rakaat sesudah masuk waktu Dhuha dan tidak diawali dengan syarat-syarat tadi, mengakhirkannya saat matahari sudah memanas (sekitar jama 10 sampai seperempat jam sebelum matahari dipertengahan) adalah lebih baik. Itulah yang disebut dengan shalat awwabin.
Adapun dua rakaat yang dikerjakan sebelum masuk waktu Dhuha, kami tidak menemukan adannya shalat khusus pada waktu itu –kecuali qadha’ dua rakaat fajar-. Apalagi terdapat larangan untuk mengerjakan shalat Sunnah sesudah shalat Shubuh sehingga matahari naik setinggi tombak sebagaimana yang dijelaskan dalam hadits di Shahihain. Wallahu Ta'ala A'lam.

Tolonglah Saudara Muslimmu yang Berbuat Zalim! Caranya?


Rabu, 28 Aug 2013

Tolonglah Saudara Muslimmu yang Berbuat Zalim! Caranya?

Oleh: Achmad Bima Wardana

Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam teruntuk Rasulullah –Shallallahu 'Alaihi Wasallam-, keluarga dan para sahabatnya.
Kezaliman akan menjadi kegelapan bagi pelakunya di hari kiamat. Ia tidak bisa menyusuri Shirathal Mustaqim dengan baik karena ia tidak memiliki cahaya untuk menerangi jalannya. Akibatnya, ia merasakan kesulitan dan penderitaan akibat dari tindakan aniaya yang dilakukannya. Seperti: memakan harta orang lain dengan cara zalim (jahat), memukul, mencaci, dan memusuhi orang lain tanpa cara yang dibenarkan; khususnya kepada orang-orang lemah.
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam telah memberikan gambaran keras akibat tindak kezaliman. Diriwayatkan dalam Shahihain, dari hadits Ibnu Umar dan Abu HurairahRadhiyallahu 'Anhuma, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam mengabarkan, “Ada seorang wanita disiksa karena seekor anak kucing yang dikurungnya. Sehingga kucing tersebut mati karena kelaparan. Kerena sebab itu ia masuk neraka.” Wanita tersebut tidak memberikan makan dan minum kepada kucing tersebut saat mengurungnya. Ia juga tidak melepaskannya sehingga kucing tersebut bisa mencari makan dari serangga bumi.
Jika kepada binatang saja sebegini berat sangsi yang diterima seorang yang berbuat zalim, lalu bagaimana jika kezaliman semacam itu ditimpakan kepada manusia. Terlebih kalau disasarkan kepada saudara muslimnya atau orang yang memiliki hubungan baik denganya.
Karenanya seorang muslim tidak akan membiarkan saudara muslimnya berbuat zalim. Ia berusaha menolongnya, bukan saja kepada orang yang dizalimi. Yaitu dengan melarang dan menghentikannya dari berbuat zalim. Jika saudara muslimnya akan mencuri atau korupsi, maka ia cegah, nasihati dan hentikan agar tidak melakukan tindakan jahat tersebut. Jika saudaranya akan memukuli orang lain yang tidak bersalah, maka ia hentikan dan cegah dari melakukan kezaliman tersebut.
Diriwayatkan dalam Shahih Al-Bukhari, bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam pernah bersabda kepada para sahabatnya,
انْصُرْ أَخَاكَ ظَالِمًا أَوْ مَظْلُومًا
Tolonglah saudaramu yang berbuat zalim dan yang dizalimi.” Kemudian ada seseorang bertany tentang bagaimana cara menolong orang yang berbuat zalim? Beliau menjawab, “Kamu cegah dia dari berbuat zalim, maka sesungguhnya engkau telah menolongnya.”
Jika ia akan berbuat zalim maka cegah dirinya dari melakukan apa yang diniatkannya. Jika ia sudah mengerjakan kezaliman, maka hentikan ia dari melakukan tindakan yang menyengsarakan dirinya di akhirat tersebut. Keduanya termasuk bentuk nyata menolong saudara muslim yang berbuat zalim. Bukan maksudnya mendukung dan membela pelaku kezaliman. Karena persaudaraan di dalam Islam dibangun di atas iman dan kebenaran. Maka seorang muslim tidak boleh membabi buta dalam membela saudara muslimnya. Wallahu A’lam.

Dapat Momongan Setelah Melazimi Shalat malam & Istighfar


Dapat Momongan Setelah Melazimi Shalat malam & Istighfar


Oleh: Achmad Bima Wardana

Seorang laki-laki masuk masjid di luar waktu shalat. Seorang laki-laki paruh baya melihatnya. Lalu ia berkata kepadanya, “Ta’ala, ya Waladi (kemarilah! wahai anakku), aku melihatmu datang ke sini bukan waktu shalat dan wajahmu diliputi rasa sedih lagi gundah.”
Laki-laki tadi berkata, “Wahai Bapak, sudah beberapa tahun aku menikah, namun belum juga Allah menganugerahkan momongan untukku. Padahal semua dokter sudah aku datangi, namun belum juga ada hasil.”
Laki-laki paruh baya tadi berkata kepadanya: Duduklah! Maka duduklah sang pemuda.
Mulailah ia berkata kepadanya, “Aku mau kasih resep kepadamu. Namun ini sangat berat dipraktekkan. Tapi, Demi Allah, lalu Demi Allah resep itu sangat mujarab.”
Ia bertanya, “Apa itu?”
Bapak tua tadi menjawab, “Kamu dan istrimu bangun satu jam sebelum Shubuh. Lalu kamu bagi waktu tersebut menjadi dua bagian. Bagian pertama untuk qiyamullail (shalat malam) dan bagian kedua untuk istighfar. Sebab AllahSubhanahu Wa Ta'ala berfirman,
فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا  يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا وَيُمْدِدْكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَلْ لَكُمْ جَنَّاتٍ وَيَجْعَلْ لَكُمْ أَنْهَارًا  مَا لَكُمْ لَا تَرْجُونَ لِلَّهِ وَقَارًا  وَقَدْ خَلَقَكُمْ أَطْوَارًا
Maka aku katakan kepada mereka: 'Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun. Niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai. Mengapa kamu tidak percaya akan kebesaran Allah?Padahal Dia sesungguhnya telah menciptakan kamu dalam beberapa tingkatan kejadian.” (QS. Nuuh: 10-14)
Laki-laki tadi pergi menghampiri istrinya. Terdengarlah bincang-bincang antara keduanya.
Suami: Istriku, Al-Hamdulillah (segala puji milik Allah) aku telah mendapatkan obat, aku telah mendapatkan obat, dengan izin Allah, tapi itu sangat sulit sekali.
Istri: Apa obat itu wahai suamiku?
Suami: Kita bangun sebelum satu jam sebelum shalat Shubuh. Setengah jam kita shalat malam. Dan setengah jam berikutnya kita beristighfar. Apakah kamu siap mengerjakan ini?
Istri: Pasti aku siap, wahai suamiku. Sebab ini adalah Kalamullah Subhanahu Wa Ta'ala.
Suami: Kapan kita mulai?
Istri: hari ini Insya Allah.
Mulailah kedua pasangan ini mengerjakannya. Berselang 15 hari datanglah tanda-tanda kehamilan. Sang suami membawa istrinya pergi ke dokter kandungan. Setelah pemeriksaan, dokter mengabarkan kepada si suami bahwa istrinya hamil.
Puji-pujian melantun dari lisan mereka atas kebesaran Allah dan kerunia-Nya yang sangat istimewa tersebut.
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,
مَنْ لَزِمَ الِاسْتِغْفَارَ جَعَلَ اللَّهُ لَهُ مِنْ كُلِّ ضِيقٍ مَخْرَجًا وَمِنْ كُلِّ هَمٍّ فَرَجًا وَرَزَقَهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ
Siapa yang kontinyu beristighfar maka Allah jadikan baginya jalan keluar dari setiap kesulitannya, kesudahan dari setiap kesedihannya, dan memberinya rizki dari jalan yang tidak ia sangka.” (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah)
Ya Allah,karuniakanlah kepada setiap mukmin-mukminah keturunan-keturunan yang shalih. Amiin. 

Ancaman Keras atas Wanita yang Minta Cerai Tanpa Alasan yang Benar


Ancaman Keras atas Wanita yang Minta Cerai Tanpa Alasan yang Benar

Oleh: Achmad Bima Wardana

Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam teruntuk Rasulullah –Shallallahu 'Alaihi Wasallam-, keluarga dan para sahabatnya.
Pada dasarnya, seorang wanita (istri) haram meminta (menuntut) cerai terhadap suaminya kecuali adanya sebab yang dibenarkan; seperti perlakuan suami yang buruk terhadap dirinya -tidak mencukupkan nafkahnya, suka memukul dan menganiaya, dan semisalnya- atau tidak ada rasa suka dalam dirinya terhadap suaminya sehingga membuatkan takut akan menelantarkan hak-hak suami.
Meminta cerai tanpa ada alasan yang dibenarkan syariat termasuk dosa besar yang wajib dijauhi dan ditinggalkan istri muslimah.
Diriwayatkan dari Tsauban Radhiyallahu 'Anhu ia berkata: Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,
أَيُّمَا امْرَأَةٍ سَأَلَتْ زَوْجَهَا طَلاقًا فِي غَيْرِ مَا بَأْسٍ فَحَرَامٌ عَلَيْهَا رَائِحَةُ الْجَنَّة
Siapa saja wanita yang meminta (menuntut) cerai kepada suaminya tanpa alasan yang dibenarkan maka diharamkan bau surga atas wanita tersebut.” (HR. Abu Dawud, Al-Tirmidzi, dan Ibnu Majah. Dishahihkan Syaikh Al-Albani dalam Shahih Abi Dawud)
Syaikh Muhammad Abdurrahman bin Abdurrahim al-Mubarakfuri, Penulis Tuhfah al-Ahwadzi, menjelaskan tentang makna diharamkannya bau surga baginya: dia dilarang menciumnya. Ini sebagai bentuk ancaman serius. Atau itu terjadi berkaitan pada satu waktu dan tidak pada selainnya. Maksudnya: ia tidak mendapati bau surga di saat orang-orang suka berbuat baik (muhsinun) pertama kali menciumnya. Atau ia tidak mendapati bau surga sama sekali sebagai ancaman yang serius.”
Sebagian ulama lain menjelaskan maknanya: diharamkan baginya mencium bau surga walaupun ia memasuki surga tersebut.
Alasan yang Membolehkan Wanita Minta Cerai
Ancaman diatas akan menimpa wanita yang menggugat cerai suami jika tanpa disertai alasan yang dibenarkan. Yaitu alasan yang benar-benar mengharuskannya bercerai. Contohnya: perlakuan suami yang buruk -tidak mencukupkan nafkahnya, suka memukul dan menganiaya, dan semisalnya-, suami tidak mau menjalaskan perintah agama & beraklak buruk, ia membencinya (tidak ada rasa suka/cinta kepada suaminya) sehingga ia tidak bisa hidup bersamanya, terjadi penyimpangan seksual, tidak bisa memenuhi kebutuhan batin, dan semisalnya.
Dari Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu 'Anhuma menyampaikan; Istari Tsabit bin Qais datang kepada Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam dan berkata:
يَا رَسُولَ اللَّهِ ثَابِتُ بْنُ قَيْسٍ مَا أَعْتِبُ عَلَيْهِ فِي خُلُقٍ وَلَا دِينٍ وَلَكِنِّي أَكْرَهُ الْكُفْرَ فِي الْإِسْلَامِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَتَرُدِّينَ عَلَيْهِ حَدِيقَتَهُ قَالَتْ نَعَمْ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اقْبَلْ الْحَدِيقَةَ وَطَلِّقْهَا تَطْلِيقَةً
“Wahai Rasulullah, Tsabit bin Qais, tidaklah aku mencelanya atas agama dan akhlaknya, akan tetapi aku khawatir kekufuran dalam Islam.” Maka Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda: “Apakah kamu mau mengembalikan kebun miliknya itu?” Ia menjawab, “Ya.” RasulullahShallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda: “Terimalah (wahai Tsabit) kebun itu, dan ceraikanlah ia dengan talak satu.” (HR. Al-Bukhari dan lainnya)
Ibnu Hajar menjelaskan dalam Fathul Baari, bahwa Istari Tsabit tidak menginginkan pisah dari suaminya karena akhlak suaminya yang buruk dan tidak pula karena agamanya yang kurang. Tapi karena suaminya berparas jelek dan tidak menyenangkan hatinya sehingga ia merasa jijik dan tidak ada rasa suka kepadanya.
Kemudian dia mengadu kepada Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam karena takut akan terjerumus ke dalam kekufuran karena rasa tidak suka yang ada dalam dirinya sehingga melakukan sesuatu yang bisa menciderai pernikahannya. Ia tahu bahwa hal itu haram sehingga takut kebenciannya mendorongnya ke dalam keharaman tersebut. (Diringkas dari Fathul Baari: 9/399)
Hadits tersebut menerangkan bahwa rasa benci seorang wanita kepada suaminya karena tidak adanya rasa cinta & takutnya ia akan menelantarkan hak-hak suaminya menjadi satu udzur untuk meminta pisah dari suaminya, tapi bagi wanita tersebut mengajukan khulu’ dengan mengembalikan mahar yang telah diberikan suaminya dahulu. Namun jika ia masih bisa bersabar dan berharap ridha Allah dengan tetap menjaga keluarganya tentu ini lebih utama.
Syaikh Ibmu Jibrin menjelaskan beberapa perkara yang membolehkan seorang wanita mengajukan Khulu’:
Pertama, Apabila seorang wanita membenci karakter akhlak suaminya seperti kasar, temperamen, mudah tersinggung, sering marah-marah, terlalu saklek, kurang bisa menerima kekurangan maka ia boleh mengajukan khulu’.
Kedua, apabila tidak suka dengan tampangnya seperti memiliki cacat, buruk rupa, kurang pada panca inderanya, maka ia dibolehkan meminta khulu’.
Ketiga, apabila ada cacat dalam agamanya seperti suka meninggalkan shalat, meremehkan shalat Jama’ah, tidak puasa Ramadhan tanpa udzur syar’i, atau melakukan perbuatan haram seperti zina, mabuk-mabukan, suka nongkrong, maka dibolehkan baginya menuntut khulu’.
Keempat, jika suami tidak memberikan haknya seperti nafkah, pakaian, dan kebutuhan pokoknya padahal ia mampu memberikannya; maka istri tersebut boleh mengajukan khulu’.
Kelima, apabila suami tidak bisa menunaikan kewajiban nafkah batin karena memiliki penyakit seksual atau tidak adil dalam pembagian jatah giliran.  Maka ia boleh mengajukan Khulu’.
Ringkasnya, bahwa istri berkewajiban mentaati suaminya dan memberikan pelayakan yang baik kepadanya. Tidak boleh meminta pisah darinya tanpa ada alasan yang dibenarkan syariat dan tanpa ada bahaya yang bisa mengancamnya. Jika karena sang istri punya Pria Idaman Lain (PIL) lalu ia menggugat cerai suaminya maka ia telah melakukan dosa besar dan diancam dengan kehinaan di akhirat; tidak akan mencium bau surga. Wallahu Ta’ala A’lam.

Laknat atas Siapa Menyerupai Lawan Jenis


Laknat atas Siapa Menyerupai Lawan Jenis

Oleh: Achmad Bima Wardana
Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam teruntuk Rasulullah –Shallallahu 'Alaihi Wasallam-, keluarga dan para sahabatnya.
Allah menciptakan laki-laki dan perempuan dengan keistimewaan masing-masing yang tak dimiliki pasangannya. Agar satu dengan lainnya bisa saling melengkapi dan menyempurnakan. “agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain.” QS. Al-Zukhruf: 32)
Seorang hamba dituntut ridha kepada ketetapan Allah ini dan memerankan diri sesuai dengan ketentuan Allah ini. Ia taat dan patuh kepada perintah-perintah Allah yang dibebankan kepada masing-masing. Dan ridha terhadap ketetapan Allah ini secara qadari dan syar’i akan menjaga kehormatannya dan mengangkat derajatnya.
Sedangkan Siapa yang menyerupai lawan jenisnya maka ia telah menentang Allah dalam ketentuan qadari dan syar’i-Nya, karena Allah memiliki hikmah dalam ketetapan takdir dan syar’i-Nya. Karenanya, Allah ancam dengan ancaman mengerikan, yakni laknat. Yakni dijauhkan dari rahmat AllahSubhanahu Wa Ta'ala.
Dari Ibnu Abbad Radhiyallahu 'Anhuma, ia berkata:
لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمُتَشَبِّهِينَ مِنْ الرِّجَالِ بِالنِّسَاءِ وَالْمُتَشَبِّهَاتِ مِنْ النِّسَاءِ بِالرِّجَالِ
“Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam melaknat kaum laki-laki yang menyerupai wanita dan melaknat pula kaum wnaita yang menyerupai laki-laki.” (HR. Al-Bukhari)
Dalam redaksi lain,
لَعَنَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمُخَنَّثِينَ مِنْ الرِّجَالِ وَالْمُتَرَجِّلَاتِ مِنْ النِّسَاءِ
Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam melaknat para bencong dari kaum pria dan kaum wanita yang menyerupai kaum pria.” (HR. Al-Bukhari)
Larangan menyerupai lawan jenis bersifat umum, mencakup larangan dalam berpakaian, berucap, dan gerakan, cara jalan, dan dalam semua kondisi. Paling sering terjadi dalam urusan pakaian, seperti seorang wanita yang memakai celana panjang. Padahal, sebagaimana maklum, celana panjang adalah pakaian khas laki-laki yang mengikuti lekuk tubuhnya. Jika wanita ikut-ikutan berpakain seperti ini maka ia telah menyerupai laki-laki dalam berpakaian sehingga bisa menyebabkan dirinya tertimpa laknat.
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu, ia berkata:
لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الرَّجُلَ يَلْبَسُ لِبْسَةَ الْمَرْأَةِ وَالْمَرْأَةَ تَلْبَسُ لِبْسَةَ الرَّجُلِ
“Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam melaknat laki-laki yang mengenakan pakaian wanita dan seorang wanita yang memakai pakaian pria.” (HR. Abu Dawud dengan isnad Shahih)
Trend terbaru para artis dan selebritis pria yang begaya feminim layaknya wanita, lenggak-lenggoknya dan cara berkatanya mirip dengan kaum hawa. Tidak diragukan lagi ini termasuk yang dilarang dan diancam dalam hadits di atas.
Sebaliknya, kaum wanitanya malah berpakaian dan begaya lebih maskulin dalam polah tingkahnya. Realitas ini juga termasuk yang diancam dengan laknat.
Menyerupai lawan jenis memiliki dampak buruk yang sangat besar; baik terhadap diri pribadinya maupun masyarakat sekitarnya. Perilaku ini merendahkan derajatnya dan menghilang batas pembeda antara pria dan wanita. Dari sinilah akan banyak terjadinya ikhtilath, hilangnya kecintaan kepada agama, rendahnya kehormatan diri, dan hilangnya akhlak mulia sehingga pelakunya lebih mudah terjerumus ke dalam perbuatan hina. Wallahu Ta’ala A’lam.

Jumat, 27 September 2013

Zikir Ini Memperbanyak Tanaman Untuk Kita di Surga


Zikir Ini Memperbanyak Tanaman Untuk Kita di Surga

Oleh: Achmad Bima Wardana
سُبْحَانَ اللَّهِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ وَلَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَاللَّهُ أَكْبَرُ
Subhaanallaah Walhamdulillaah Walaa Ilaaha Illallaah Wallaahu Akbar
“Maha suci Allah, segala puji milik-Nya, Tiada Tuhan (yang hak) kecuali Allah, dan Allah Maha besar.”
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu, bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam pernah melewatinya saat sedang menanam pohon. Kemudian beliau bersabda, wahai Abu Hurairah, apa yang kamu tanam? Aku menjawab: "Tanaman milikku." Beliau bersabda:
أَلَا أَدُلُّكَ عَلَى غِرَاسٍ خَيْرٍ لَكَ مِنْ هَذَا قَالَ بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ قُلْ سُبْحَانَ اللَّهِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ وَلَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَاللَّهُ أَكْبَرُ يُغْرَسْ لَكَبِكُلِّ وَاحِدَةٍ شَجَرَةٌ فِي الْجَنَّةِ
"Apakah kamu mau kuberitahukan tentang tanaman yang bagimu akan lebih baik dari tanaman ini?"
Abu Hurairah menjawab; "Tentu wahai Rasulullah!." Beliau bersabda: "Ucapkanlah olehmu Subhaanallaah Walhamdulillaah Walaa Ilaaha Illallaah Wallaahu Akbar. Maka setiap bacaan tersebut akan menumbuhkan satu pohon di surga bagimu." (HR. Ibnu Majah dan dishahihkan Syaikh Al-Albani)
Dari Ibnu Mas’ud Radhiyallahu 'Anhu, berkata: RasulullahShallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:
لَقِيتُ إِبْرَاهِيمَ لَيْلَةَ أُسْرِيَ بِي فَقَالَ يَا مُحَمَّدُ أَقْرِئْ أُمَّتَكَ مِنِّي السَّلَامَ وَأَخْبِرْهُمْ أَنَّ الْجَنَّةَ طَيِّبَةُ التُّرْبَةِ عَذْبَةُ الْمَاءِ وَأَنَّهَا قِيعَانٌ وَأَنَّ غِرَاسَهَا سُبْحَانَ اللَّهِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ وَلَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَاللَّهُ أَكْبَرُ
“Aku berjumpa dengan Ibrahim pada malam Isra’, dia berkata kepadaku: Wahai Muhammad sampaikan salamku kepada umatmu dan beritakan kepada mereka bahwa surga itu memiliki tanah yang terbaik dan air yang paling segar. Surga itu dataran kosong (Qai’aan) dan tumbuhannya adalah (dzikir)Subhanallahi Walaa Ilaaha Illallaah Wallaahu Akbar.” (HR. Al-Tirmidzi dan dinilai hasan oleh Al-Albani dalam Silsilah Shahihah no. 105 Shahih al-Jami’, no. 3460)
Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu 'Anhuma, RasulullahShallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:
من قال : سبحان الله ، والحمد لله ، ولا إله إلا الله ، والله أكبر غرس الله له بكل واحدة منهن شجرة في الجنة
“Siapa membaca : Subhaanallaah Walhamdulillaah Walaa Ilaaha Illallaah Wallaahu Akbar maka Allah akan menanamkan untuknya satu pohon di surga dari setiap kalimat tadi.” (HR. al-Thabrani dan dishahihkan Syaikh Al-Albani dalam Silsilah Shahihah no. 2880)
Dari Jabir Radhiyallahu 'Anhu, dari Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:
مَنْ قَالَ سُبْحَانَ اللَّهِ الْعَظِيمِ وَبِحَمْدِهِ غُرِسَتْ لَهُ نَخْلَةٌ فِي الْجَنَّةِ
“Siapa yang membaca: Subhanallahi al-'Adziimi wa Bihamdihi, niscaya ditanamkan untuknya satu pohon kurma di surga.” (HR. al-Tirmidzi dan dishahihkan Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’ no. 6429)
Amal-amal yang ringan tapi memiliki keutamaan dan balasan yang besar. Siapa yang beriman terhadap akhirat dan kenikmatan surga di sana pastinya ia akan bersemangat untuk mendapatkan tambahan-tambahan kenikmatannya dengan zikir-zikir ini. Semoga kita tercatat min Adz-Dzakirinalaaha Katsira wal Dzakiraat (laki-laki dan perempuan yang banyak berzikir kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Wallahu A’lam.

6 Aturan Bagi yang Baru Datang Saat Khutbah Jum'at Sudah Dimulai


6 Aturan Bagi yang Baru Datang Saat Khutbah Jum'at Sudah Dimulai

Oleh: Achmad Bima Wardana

Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam teruntuk Rasulullah –Shallallahu 'Alaihi Wasallam-, keluarga dan para sahabatnya.
Orang yang datang menghadiri shalat Jum’at sesudah imam naik mimbar kehilangan kesempatan mendapat pahala lebih besar. Namanya tak tertulis dalam buku catatan Malaikat untuk mendapatkan tambahan pahala. Padahal para Malaikat berada di pintu-pintu masjid mencatat siapa-siapa yang datang. Yang pertama dicatat pertama, kemudian berikutnya dan berikutnya. Karenanya siapa yang datang lebih awal mendapat keutamaan lebih banyak daripada yang belakangan. [Silahkan baca: Kerugian Bagi yang Datang Shalat Jum'at Sesudah Khutbah Dimulai]
Karenanya, kami himbau kepada suadara seiman untuk datang ke shalat Jum’at lebih awal. Diusahakan sudah berada di masjid sebelum imam naik ke mimbar. Ini sebagai bukti kecintaan kepada Allah dan merasakan kenikmatan dalam beribadah.
6 Aturan Bagi yang Datang Terlambat
Ada beberapa hukum dan aturan penting yang harus diketahui bagi siapa yang mendatangi shalat Jum'at saat imam sudah memulai khutbahnya. Kami akan uraikan enam saja yang dinilai paling penting untuk diperharikan. yaitu:
Pertama, Shalat dua rakaat yang ringan bagi orang yang baru datang.
Dari Jabir bin Abdillah Radhiyallahu 'Anhuma, bahwasanya Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam 
إِذَا جَاءَ أَحَدُكُمْ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَقَدْ خَرَجَ الإِمَامُ فَلْيُصَلِّ رَكْعَتَيْنِ
"Apabila salah seorang kalian datang pada hari Jum'at sedangkan imam sudah naik mimbar maka hendaknya ia shalat dua rakaat." (HR. Muslim)
Masih dari Jabir bin Abdillah Radhiyallahu 'Anhuma, beliau berkata: Sulaik al-Ghatafani datang ke masjid pada hari Jum'at saat Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallamberkhutbah. Langsung ia duduk. Maka Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam berkata kepadanya: "Ya Sulaik, Berdirilah dan shalatlah dua rakaat dan ringankan keduanya." Kemudian beliau bersabda:
إِذَا جَاءَ أَحَدُكُمْ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَالإِمَامُ يَخْطُبُ فَلْيَرْكَعْ رَكْعَتَيْنِ وَلْيَتَجَوَّزْ فِيهِمَا
"Apabila salah seorang kalian mendatangi shalat Jum'at saat imam berkhutbah, maka shalatlah dua rakaat dengan ringan." (HR. Muslim)
Ini menunjukkan pentingnya shalat tahiyyatul masjid yang memiliki makna pengagungan terhadap rumah AllahSubhanahu wa Ta'ala, Dzat yang diibadahi di dalamnya. Sampai-sampai itu harus tetap disempatkan walau untuk mendengarkan khutbah dari lisan Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam.
Kedua: Tidak boleh melangkahi bahu jamaah.
Diriwayatkan dari Abdullah bin Busr, bahwa seorang laki-laki datang ke masjid dengan melangkahi bahu leher orang-orang pada hari Jum'at. Saat itu Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallamsedang menyampaikan khutbah, lalu beliau bersabda:
اٍجْلِسْ فَقَدْ آذَيْتَ وَآنَيْتَ
"Duduklah, sungguh kamu telah mengganggu orang lain, sedangkan kamu datang terlambat." (HR. Ibnu Majah dalam Sunan-nya, no. 1105)
Hadits di atas menunjukkan bahwa melangkahi orang yang ada di depannya pada hari Jum'at hukumnya haram. Hukum haram ini hanya khusus pada hari Jum'at, seperti yang disebutkan dengan jelas dalam hadits di atas. Mungkin juga disebutkan hari Jum'at karena hal itu sering terjadi pada hari Jum'at dengan banyaknya orang yang hadir di masjid. Dengan demikian, larangan melangkahi jama'ah yang lain juga berlaku pada shalat-shalat lainnya. Inilah pendapat yang lebih mendekati kebenaran, karena di dalamnya terdapat'illah, yaitu menyakiti/mengganggu orang lain. Bahkan hal itu juga terjadi dalam majelis ilmu.
Ketiga: Tidak memisahkan duduk dua orang yang berdekatan kecuali dengan izin keduanya.
Dari Abdullah bin Amr Radhiyallahu 'Anhuma, RasulullahShallallahu 'Alaihi Wasallam pernah bersabda:
لاَ يُجْلَسُ بَيْنَ رَجُلَيْنِ إِلاَّ بِإِذْنِهِمَا
"Tidak boleh diduduki (tempat) di antara dua orang kecuali dengan izin keduanya." (HR. Abu Dawud dan dihassankan Al-Albani)
Keempat: Tidak boleh mengusir seseorang dari tempat duduknya lalu ia menempatinya.
Dari Ibnu Umar Radhiyallahu 'Anhuma, beliau berkata: NabiShallallahu 'Alaihi Wasallam melarang seseorang menyuruh berdiri (mengusir) saudaranya dari tempat duduknya lalu duduk di situ." Aku bertanya kepada Nafi', "Apakah itu pada hari Jum'at?" beliau menjawab, "Hari Jum'at dan selainnya." (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Dari Ibnu Umar Radhiyallahu 'Anhuma, dari Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam; bahwa beliau melarang mengusir seseorang dari tempat duduknya dan orang lain menempatinya, tetapi lapangkan dan perluas. Dan Ibnu Umar tidak suka ada seseorang yang pindah dari tempat duduknya (atas kemauannya sendiri) lalu beliau duduk di tempatnya itu." (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Kelima: Apabila ada seseorang yang berpindah dari tempat duduknya untuk memberikan kepadanya agar ia menempatinya, hendaknya ia tidak mau.
Dari Ibnu Umar Radhiyallahu 'Anhuma, berkata: Ada seseorang datang menemui Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, lalu ada seseorang berdiri dan meninggalkan tempat duduknya agar beliau duduk di situ. Maka RasulullahShallallahu 'Alaihi Wasallam melarangnya. (HR. Abu Dawud dan dihassankan oleh Al-Albani)
Keenam: Duduk di barisan terakhir.
Bagi orang yang baru datang atau datang terlambat maka hendaknya ia duduk di tempat terakhir (barisan). Jika ia ingin mendapatkan tempat di tempat, hendaknya ia datang lebih awal. Janganlah ia menelusuri barisan jamaah yang sudah terlebih dahulu untuk mendapat tempat lebih depan. Kecuali ada tempat yang kosong dan longgar.
Dari Jabir bin Samurah Radhiallahu Anhu dia berkata,
كُنَّا إِذَا أَتَيْنَا النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جَلَسَ أَحَدُنَا حَيْثُ يَنْتَهِي
"Jika kami mendatangi (majelis) Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, maka salah seorang dari kami akan duduk di mana majelis berakhir (barisan terakhir).” (HR. Abu Daud dan Al-Tirmizi)
Penutup
Keenam perkara ini hampir-hampir terlupakan oleh kita. Padahal hadits-hadits Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallamsudah jauh-jauh hari merekamnya. Para ulama juga sudah menjelaskannya. Semoga kita dijadikan bagian orang-orang yang rakus kepada kebaikan dan amal shalih. Khususnya yang dihari Jum'at. Sehingga kita sudah bersiap-siap sejak pagi untuk memuliakan sayyidyul ayam yang mulia. Wallahu Ta'ala A'lam.

Kerugian Bagi yang Datang Shalat Jum'at Sesudah Khutbah Dimulai


Kerugian Bagi yang Datang Shalat Jum'at Sesudah Khutbah Dimulai

Oleh: Achmad Bima Wardana
Al-Hamdulillah, segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada RasulullahShallallahu 'Alaihi Wasallam, keluarga dan para sahabatnya.
Sangat-sangat ditekankan untuk mendatangi shalat Jum’at (sudah berada di masjid) sebelum imam naik mimbar. Karena para Malaikat berada di pintu-pintu masjid mencatat siapa-siapa yang datang. Yang pertama dicatat pertama, kemudian berikutnya dan berikutnya. Karenanya siapa yang datang lebih awal mendapat keutamaan lebih banyak daripada yang belakangan.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu, NabiShallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:
إِذَا كَانَ يَوْمُ الْجُمُعَةِ وَقَفَتْ الْمَلَائِكَةُ عَلَى أَبْوَابِ الْمَسْجِدِ فَيَكْتُبُونَ الْأَوَّلَ فَالْأَوَّلَ فَمَثَلُ الْمُهَجِّرِ إِلَى الْجُمُعَةِ كَمَثَلِ الَّذِي يُهْدِي بَدَنَةً ثُمَّ كَالَّذِي يُهْدِي بَقَرَةً ثُمَّ كَالَّذِي يُهْدِي كَبْشًا ثُمَّ كَالَّذِي يُهْدِي دَجَاجَةً ثُمَّ كَالَّذِي يُهْدِي بَيْضَةً فَإِذَا خَرَجَ الْإِمَامُ وَقَعَدَ عَلَى الْمِنْبَرِ طَوَوْا صُحُفَهُمْ وَجَلَسُوا يَسْتَمِعُونَ الذِّكْرَ
"Jika tiba hari Jum'at, maka para Malaikat berdiri di pintu-pintu masjid, lalu mereka mencatat orang yang datang lebih awal sebagai yang awal. Perumpamaan orang yang datang paling awal untuk melaksanakan shalat Jum'at adalah seperti orang yang berkurban unta, kemudian yang berikutnya seperti orang yang berkurban sapi, dan yang berikutnya seperti orang yang berkurban kambing, yang berikutnya lagi seperti orang yang berkurban ayam, kemudian yang berikutnya seperti orang yang berkurban telur. Maka apabila imam sudah muncul dan duduk di atas mimbar, mereka menutup buku catatan mereka dan duduk mendengarkan dzikir (khutbah)." (HR. Ahmad dalam Musnadnya no. 10164)
Hadits ini menunjukkan kerugian bagi orang yang terlambat datang ke masjid sehingga imam naik mimbar. Yakni, para malaikat menutup buku catatan mereka dan tidak mencatat tambahan pahala bagi orang-orang yang datang dan masuk ke masjid setelah imam naik mimbar.
Dalam sebuah hadits yang dihasankan oleh Syaikh al Albani, dari Abu Ghalib, dari Abu Umamah, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda: “Para Malaikat duduk pada hari Jum'at di depan pintu masjid dengan membawa buku catatan untuk mencatat (orang-orang yang masuk masjid). Jika imam keluar (dari rumahnya untuk shalat Jum'at), maka buku catatan itu dilipat.”
Kemudian Abu Ghalib bertanya, “wahai Abu Umamah, bukankah orang yang datang sesudah imam keluar mendapat Jum'at?” Ia menjawab, “Tentu, tetapi ia tidak termasuk golongan yang dicatat dalam buku catatan.”
Datang Lebih Awal Syarat Dapat Pahala Sempurna
Diriwayatkan dari Aus bin Aus radliyallah 'anhu, berkata, "Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
مَنْ غَسَّلَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَاغْتَسَلَ ثُمَّ بَكَّرَ وَابْتَكَرَ وَمَشَى وَلَمْ يَرْكَبْ وَدَنَا مِنْ الْإِمَامِ فَاسْتَمَعَ وَلَمْ يَلْغُ كَانَ لَهُ بِكُلِّ خُطْوَةٍ عَمَلُ سَنَةٍ أَجْرُ صِيَامِهَا وَقِيَامِهَا
Barangsiapa mandi pada hari Jum'at, berangkat lebih awal (ke masjid), berjalan kaki dan tidak berkendaraan, mendekat kepada imam dan mendengarkan khutbahnya, dan tidak berbuat lagha (sia-sia), maka dari setiap langkah yang ditempuhnya dia akan mendapatkan pahala puasa dan qiyamulail setahun.” (HR. Abu Dawud no. 1077, al-Nasai no. 1364 Ahmad no. 15585. Dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih al-Jami’, no. 6405)
Hadits ini menjelaskan bahwa berangkat lebih awal ke masjid menjadi syarat untuk mendapatkan keutamaan pahala shalat Jum'at dengan sempurna. Dan berangkatnya ke masjid disunnahkan dengan berjalan kaki. Karena itu Imam al Nasai dan al Baihaqi membuat bab khusus dalam kitab mereka, “Keutamaan berjalan kaki untuk shalat Jum'at.”
Abu Syamah berkata, “Pada abad pertama, setelah terbit fajar jalan-jalan kelihatan penuh dengan manusia. Mereka berjalan menuju masjid jami' seperti halnya hari raya, hingga akhirnya kebiasaan itu hilang.” Lalu dikatakan, “Bid'ah pertama yang dilakukan dalam Islam adalah tidak berangkat pagi-pagi menuju masjid.” (Dinukil dari Akhtha' al Mushalliin -edisi Indonesia: Kesalahan-kesalahan dalam shalat-, Abu Ubaidah Masyhur bin Hasan, hal. 236)
Karenanya, kami himbau kepada suadara seiman untuk datang ke shalat Jum’at lebih awal. Diusahakan sudah berada di masjid sebelum imam naik ke mimbar. Ini sebagai bukti kecintaan kepada Allah dan merasakan kenikmatan dalam beribadah. Wallahu Ta’ala A’lam.

Ini Dalil Puasa Hari Senin & Kamis


Ini Dalil Puasa Hari Senin & Kamis


Oleh: Achmad Bima Wardana
Puasa hari Senin  dan Kamis termasuk sunnah NabiShallallahu 'Alaihi Wasallam. ‘Aisyah Radhiyallahu 'Anhumengatakan,
كَانَ يَتَحَرَّى صِيَام الِاثْنَيْنِ وَالْخَمِيس
“Adalah Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam memperbanyak puasa pada hari Senin & Kamis.” (HR. Al-Tirmidzi, Al-Nasi dan Ibnu Majah. Hadits ini dishahihkan Al-Albani)
Saat beliau ditanya tentang puasa hari Senin, beliau menjawab,
ذَاكَ يَوْمٌ وُلِدْتُ فِيهِ وَيَوْمٌ بُعِثْتُ أَوْ أُنْزِلَ عَلَيَّ فِيهِ

Itu adalah hari aku dilahirkan dan hari aku diutus atau (awal) diturunkan Al-Qur'an kepadaku.” (HR. Muslim)
Saat beliau ditanya tentang puasa hari Senin dan Kamis, beliau menjawab:
ذَانِكَ يَوْمَانِ تُعْرَضُ فِيهِمَا الْأَعْمَالُ عَلَى رَبِّ الْعَالَمِينَ فَأُحِبُّ أَنْ يُعْرَضَ عَمَلِي وَأَنَا صَائِمٌ
“Keduanya adalah hari dihadapkannya amal-amal kepada Rabbul ‘Alamin (Allah). Karenanya aku suka saat amalku dibawa kepada-Nya aku dalam keadaan berpuasa.” (HR. Al-Nasai dan dishahihkan Syaikh Al-Albani)
Raihlah keberuntungan hidup dengan mengikuti sunnah NabiShallallahu 'Alaihi Wasallam dengan berharap pahala kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala semata. Wallahu A’lam

Anjuran Shalat Witir Sebelum Tidur


Anjuran Shalat Witir Sebelum Tidur

Oleh: Achmad Bima Wardana
Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam teruntuk Rasulullah –Shallallahu 'Alaihi Wasallam-, keluarga dan para sahabatnya.
Shalat witir sebelum tidur termasuk sunnah. RasulullahShallallahu 'Alaihi Wasallam telah mewasiatkannya kepada sebagian sahabatnya, seperti Abu Hurairah, Abu Darda’ dan selainnya. Keberadaannya sebagai wasiat beliau tersebut juga berlaku untuk seluruh umatnya.
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu, ia berkata:
أَوْصَانِي خَلِيلِي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِصَوْمِ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ وَبِالْوِتْرِ قَبْلَ النَّوْمِ وَبِصَلَاةِ الضُّحَى فَإِنَّهَا صَلَاةُ الْأَوَّابِينَ
“Kekasihku Shallallahu 'Alaihi Wasallam mewasiatkan kepadaku untuk berpuasa tiga hari dari setiap bulan, shalat witir sebelum tidur, dan dari shalat Dhuha, maka sungguh itu adalah shalatnya awwabin (shalatnya orang-orang yang banyak taat kepada Allah).” (HR. Ahmad dan Ibnu Huzaimah. Syaikh al-Albani menshahihkannya dalam Shahih al-Targhib wa al-Tarhib)
Anjuran mengawalkan witir sebelum tidur ini ditekankan kepada siapa yang tidak yakin akan terbangun di akhir malam. Ini lebih utama untuk dirinya. Dan ini tentunya akan lebih memberikan jaminan tidak meninggalkan shalat witir.
Dari Jabir bin Abdullah Radhiyallahu 'Anhu, ia berkata: Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,
مَنْ خَافَ مِنْكُمْ أَنْ لَا يَسْتَيْقِظَ مِنْ آخِرِ اللَّيْلِ فَلْيُوتِرْ مِنْ أَوَّلِ اللَّيْلِ ثُمَّ لِيَرْقُدْ وَمَنْ طَمِعَ مِنْكُمْ أَنْ يَسْتَيْقِظَ مِنْ آخِرِ اللَّيْلِ فَلْيُوتِرْ مِنْ آخِرِ اللَّيْلِ فَإِنَّ قِرَاءَةَ آخِرِ اللَّيْلِ مَحْضُورَةٌ وَذَلِكَ أَفْضَلُ
Siapa di antara kalian yang khawatir tidak bangun di akhir malam hendaknya ia witir di awal malam, lalu ia tidur. Dan siapa  di antara kalian yang yakin benar bisa bangun di akhir malam maka hendaknya ia berwitir di akhir malam. Sebab, bacaan di akhir malam dihadiri Malaikat dan lebih utama.” (HR. Muslim, Al-Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ahmad)
Sedangkan bagi orang yang yakin atau menurut perkiraannya -lebih kuat- akan bangun di akhir malam –tidak diragukan lagi- bahwa mengakhirkan witir adalah lebih utama. Yakni di sepertiga malam terakhir sebagai waktu turunnya Allah ke langit dunia.
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam  bersabda:
اجْعَلُوا آخِرَ صَلَاتِكُمْ بِاللَّيْلِ وِتْرًا
Jadikan witir sebagai akhir shalat malammu,” (Muttafaq ‘Alaih dari hadits Ibnu Umar Radhiyallahu 'Anhuma)
Pendapat Membatalkan Witir Pertama
Ada pendapat sebagian ulama yang menyebutkan, jika seseorang tidak yakin akan bangun di akhir malam hendaknya mengawalkan witir sebelum tidur. Lalu jika ia  bangun di pertengahan atau akhir malam hendaknya ia shalat satu rakaat untuk membatalkan witirnya. Setelah itu ia menutup shalat malamnya tersebut dengan witir kembali.
Pendapat di atas tidak benar. Banyak ulama telah memberikan bantahannya. Di antara hujjahnya adalah adanya hadits yang melarang mengerjakan dua witir di satu malam, “Tidak ada dua witir dalam satu malam.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, Al-Tirmidzi, dan Al-Nasai)
Membatalkan witir dengan cara ini menyebabkan ia mengerjakan witir tiga kali dalam satu malam. Larangan mengerjakan witir dua kali dalam semalam menuntut larangan pula tiga kali, empat kali dan seterusnya.
Sengaja membatalkan witir sebelum tidur bertentangan dengan firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَلَا تُبْطِلُوا أَعْمَالَكُمْ
Wahai orang-orang beriman, taatlah kalian kepada Allah dan taat pula kepada Rasul-Nya, serta jangan batalkan amal-amal kalian.” (QS. Muhammad: 33)
Maka siapa yang sudah mengerjakan shalat witir awal malam (sebelum tidur) lalu ia bangun di sepertiga malam terakhir hendaknya ia mengerjakan shalat dua rakaat, dua rakaat, sehingga masuk Shubuh. Cukup baginya mendapatkan keutamaan witir dengan witir di awal malam tadi. Wallahu A’lam.

Ngerinya Siksa atas Pendusta; Wajah Disobek Dengan Besi Sampai Tengkuk


Ngerinya Siksa atas Pendusta; Wajah Disobek Dengan Besi Sampai Tengkuk

Oleh: Achmad Bima Wardana
Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam teruntuk Rasulullah –Shallallahu 'Alaihi Wasallam-, keluarga dan para sahabatnya.
Berdusta atau berbohong salah satu sifat yang sangat buruk dan dicela dalam pandangan syariat, akal dan fitrah yang lurus. Allah telah mengharamkannya dalam semua risalah samawiyah. Allah juga mencela perbuatan dusta dan para pelakunya dalam banyak ayat. Mereka diancam dengan siksa yang sangat berat.
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman,
قُلْ إِنَّمَا حَرَّمَ رَبِّيَ الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَالْإِثْمَ وَالْبَغْيَ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَأَنْ تُشْرِكُوا بِاللَّهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِ سُلْطَانًا وَأَنْ تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ
Katakanlah: "Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak atau pun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui".” (QS. Al-A’raf: 33)
Ibnul Qayyim menilai bahwa perkata-perkara haram dalam ayat di atas yang paling buruk dan paling besar dosanya adalah berkata yang mengada-ada tentang Allah tanpa ilmu. Sebab, syirik dan kekufuran tidak muncul kecuali dari kedustaan.
وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرَى عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ وَهُوَ يُدْعَى إِلَى الْإِسْلَامِ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ

Dan siapakah yang lebih lalim daripada orang yang mengada-adakan dusta terhadap Allah sedang dia diajak kepada agama Islam? Dan Allah tiada memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (QS. Al-Shaaf: 7)
وَلَا تَقُولُوا لِمَا تَصِفُ أَلْسِنَتُكُمُ الْكَذِبَ هَذَا حَلَالٌ وَهَذَا حَرَامٌ لِتَفْتَرُوا عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ إِنَّ الَّذِينَ يَفْتَرُونَ عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ لَا يُفْلِحُونَ
Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta "Ini halal dan ini haram", untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tiadalah beruntung.” (QS. Al-Nahl: 116)
Allah telah mengiringkan antara perbuatan dusta dan kesyirikan yang menunjukkan ada hubungan antara keduanya, “Maka jauhilah olehmu berhala-berhala yang najis itu dan jauhilah perkataan-perkataan dusta dengan ikhlas kepada Allah, tidak mempersekutukan sesuatu dengan Dia. Barang siapa mempersekutukan sesuatu dengan Allah, maka adalah ia seolah-olah jatuh dari langit lalu disambar oleh burung, atau diterbangkan angin ke tempat yang jauh.” (QS. Al-Hajj: 30-31)
Sebenarnya, berbohong merupakan identitas orang kafir. Allah telah firmankan tentang kafirin, “Adapun orang-orang yang kafir dan mendustakan ayat-ayat Kami, mereka itu penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.” (QS. Al-Baqarah: 39)
Dusta juga menjadi tabiat yg melekat pada diri orang-orang munafik dan menjadi salah satu ciri mereka yang paling menonjol. Ini sesuai dengan firman Allah, “Dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya orang-orang munafik itu benar-benar orang pendusta.” (QS. Al-Munafikun: 1)
Dalam hadits yang sangat masyhur, “Ada empat hal, yang jika berada pada diri seseorang maka ia menjadi seorang munafiq sesungguhnya, dan jika seseorang memiliki kebiasaan salah satu dari padanya, maka berarti ia memiliki satu kebiasaan (ciri) nifaq sampai ia meninggalkannya; bila dipercaya ia berkhianat, bila berbicara ia berdusta, bila berjanji ia memungkiri dan bila bertikai ia berbuat curang.” (Muttafaqun 'alaih)
. . . Dusta juga menjadi tabiat yg melekat pada diri orang-orang munafik dan menjadi salah satu ciri mereka yang paling menonjol . . .
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam menjelaskan bahwa berlaku jujur adalah jalan menuju surga, sebaliknya berdusta merupakan  jalan yang menghantarkan kepada neraka. Dari Ibnu Mas’ud Radhiyallahu 'Anhu, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,
إِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِي إِلَى الْبِرِّ وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِي إِلَى الْجَنَّةِ وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَصْدُقُ حَتَّى يُكْتَبَ صِدِّيقًا وَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِي إِلَى الْفُجُورِ وَإِنَّ الْفُجُورَ يَهْدِي إِلَى النَّارِ وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَكْذِبُ حَتَّى يُكْتَبَ كَذَّابًا
Sesungguhnya kejujuran menunjukkan kepada perbuatan baik, dan perbuatan baik menunjukkan kepada surga, dan sesungguhnya seseorang yang membiasakan jujur ia akan dicatat di sisi Allah sebagai orang yang jujur. Dan sesungguhnya dusta menunjukkan kepada perbuatan dosa, dan perbuatan dosa menunjukkan kepada neraka, dan sesungguhnya seseorang yang biasa berdusta ia akan dicatat di sisi Allah sebagai pendusta.” (Muttafaq ‘Alaih)
Oleh karenanya, wajar sekali jika perbuatan dusta diancam dengan siksa yang sangat mengerikan. Dalam hadits Samurah bin Jundab yang sangat panjang, dijelaskan akibat yang akan ditanggung oleh pendusta yang kebohongannya sudah sampai ke ufuk. Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam menceritakan apa yang beliau temui dalam mimpinya,
فَانْطَلَقْنَا فَأَتَيْنَا عَلَى رَجُلٍ مُسْتَلْقٍ لِقَفَاهُ، وَإِذَا آخَرُ قَائِمٌ عَلَيْهِ بِكَلُّوِبٍ مِنْ حَدِيْدٍ، وَإِذَا هُوَ يَأْتِي أَحَدَ شِقَّيْ وَجْهِهِ فَيُشَرْشِرُ شِدْقَهُ إِلَى قَفَاهُ، وَمِنْخَرَهُ إِلَى قَفَاهُ، وَعَيْنَهُ إِلَى قَفَاهُ. (قَالَ : وَرُبَّمَا قَالَ أبو رَجَاء: فَيَشُقُّ). قَالَ: ثُمَّ يَتَحَوَّلُ إِلَى الْجَانِبِ الآخَرِ فَيَفْعَلُ بِهِ مِثْلَ مَا فَعَلَ بالجَانِبِ الأَوَّلِ، فَمَا يَفْرُغُ مِنْ ذَلِكَ الْجَانِبِ حَتَّى يَصِحَّ ذَلِكَ الْجَانِبُ كَمَا كَانَ، ثُمَّ يَعُوْدُ عَلَيْهِ فَيَفْعَلَ مِثْلَ مَا فَعَلَ الْمَرَّةَ الأُوْلَى. قَالَ: قُلْتُ لَهُمَا : سُبْحَانَ الله، مَا هَذَانِ؟ قَالَ: قَالاَ لِي : اِنْطَلِقْ اِنْطَلِقْ.
“Kemudian kami berangkat lagi mendatangi orang yang terlentang pada tengkuknya. Ternyata ada orang lain yang berdiri di atasnya sambil membawa kait (yang terbuat) dari besi. Tiba-tiba ia datangi sebelah wajah orang yang terlentang itu, lalu ia robek (dengan kait besi tersebut) mulai dari sebelah mulutnya hingga tengkuknya, mulai dari lubang hidungnya hingga tengkuknya, dan mulai dari matanya hingga tengkuknya. Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallamkemudian bersabda: “Selanjutnya orang itu berpindah ke sebelah wajah lainnya dari orang yang terlentang tersebut dan melakukan seperti yang dilakukannya pada sisi wajah yang satunya. Belum selesai ia berbuat terhadap sisi wajah yang lain itu, sisi wajah pertama sudah sehat kembali seperti sedia kala. Maka ia mengulangi perbuatannya, ia lakukan seperti yang dilakukannya pada kali pertama.”
Di penghujung hadits dijelaskan dosa yang diperbuat oleh laki-laki tadi, “Sesungguhnya laki-laki itu setiap keluar dari rumahnya ia berdusta (berbohong) yang kebohongannya sampai ke kaki-kaki langit (tersebar ke mana-mana,-terj)” (HR. Al-Bukhari) dalam riwayat lain, “Ia disiksa ademikian hingga tiba hari kiamat.”
Penutup
Siksa dahsyat yang ditimpakan kepada pendusta di atas terjadi di alam kuburnya sebagai siksa kubur. Ini terus disiksakan atasnya sampai terjadinya hari kiamat. Semoga Allah menyelamatkan kita darinya.
Bahaya dusta semakin menjadi-jadi karena dia dilakukan oleh lisan. Di mana seseorang lengah dari mengontrolanya. Maka benar sabda Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam,  bahwa yang paling banyak menjerumuskan seseorang ke dalam neraka adalah hasil kerja lisannya. (HR. al-Tirmidzi)
Dalam hadits lain, Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallammemberikan jaminan surga kepada umatnya yang benar-benar sanggup menjaga lisannya, “Barangsiapa menjamin untukku apa yang ada di antara kedua dagunya dan apa yang ada di antara kedua kakinya, maka aku akan menjamin surga untuknya.” (Muttafaq 'alaih dari hadits Sahal bin Sa'ad)
Berdusta semakin asyik dikerjakan karena terkadang berdusta menjadi sebuah hiburan yang membuat orang-orang tertawa dan lupa terhadap masalahnya. Sehingga berdusta yang seperti ini tidak terlihat sebagai sesuatu yang tercela.
Pendorong berbohong lainnya, berbohong terkadang bisa menambah jumlah nominal pernghasilan. Baik dengan mengurangi timbangan dan takaran, bersumpal palsu saat menjual, atau menipu, dan sebagainya. Tapi, satu kepastian bahwa harta yang diperolehnya tidak akan barakah. Sehingga dengan hasil dari berdusta tersebut, ia mengenyangkan perutnya, menghilangkan dahaganya, dan menutupi tubuhnya dengan pakaiannya. Sehingga ibadah yang dikerjakannya tidak bisa mentazkiyah jiwanya. Karenanya, kecenderungan kepada maksiat dan perbuatan dosa lebih kuat dalam dirinya. Wallahu Ta’ala A’lam.

Kisah Nyata: Hukuman Untuk Pendusta di Dunia Semut


Kisah Nyata: Hukuman Untuk Pendusta di Dunia Semut

Oleh: Achmad Bima Wardana
Syaikh nabil Al-Audhi bercerita di akun Facebooknya tentang hukuman keras atas pendusta di dunia semut. Pada suatu ketika beliau duduk di satu tempat. Pandangan beliau bergerak mengarah ke sana kemari melihat makhluk Allah dan memperhatikan keajaiban ciptaan-Nya.
Pandangan beliau tertuju kepada seekor semut yang menjelajahi tempat di sekitar beliau. “Dia mencari sesuatu yang saya tidak yakin ia tahu apa yang dicarinya,”tutur beliau. Tetapi dia terus mencari dan mencari, tidak merasa lelah dan bosan.
Di tengah-tengah pencariannya, semut tersebut menemukan sisa tubuh belalang, tepatnya kaki belalang. Ia berusaha mengambil dan menarik kaki belalang tersebut. Ia berusaha membawanya ke tempat tujuannya di dunia semut. Ia sangat bersemangat menyelesaikan pekerjaannya tanpa merasa ada beban. Berusaha dan terus berusaha.
Setelah gagal untuk membawanya, “ia lari dan pergi ke tempat yang tidak kuketahui dan menghilang.” Ujar Syaikh Nabil.
Tak lama ia kembali bersama sekumpulan semut yang banyak. Ternyata semut tersebut mengundang kawan-kawannya untuk membantunya membawa kaki belalang yang gagal dibawanya tadi.
Syaikh mengatakan, “Aku ingin sedikit hiburan dan membawa belalang, tepatnya kaki belalang dan menyembunyikannya.” Sehingga semut tadi dengan dibantu sekawanannya mencari kaki belalang ke sana kemari. Sampai akhirnya mereka putus asa menemukannya. Kemudian mereka semua pergi.
Tak lama berselang, satu semut tadi kembali sendirian. Lalu aku letakkan kaki belalang di depannya. Mulailah ia mengelilinginya dan melihat di sekitarnya. Lalu ia mulai menariknya. Berusaha dan terus berusaha sehingga ia tak mampu lagi melanjutkannya.
Kemudia ia pergi lagi untuk memanggil sekawanannya untuk membantunya membawa kaki belalang yang sedari tadi berusah ditariknya sendiri. Datanglah sekumpulan semut bersama dirinya. “Saat aku melihat kedatangan mereka aku tertawa-tawa dan aku ambil kaki belalang tersebut lalu aku sembunyikan dari mereka,” tutur beliau.
Mereka mencarinya ke sana ke sini. Mencari dengan penuh keikhlasan dan semangat yang membaja. Ia berkeliling ke sana ke sini. Melihat ke kanan dan ke kiri. Berharap melihat dan menemukan kaki belalang tadi. Tapi, ia tak menemukannya. “Aku sembunyikan belalang tersebut dari pandangan mereka,” tutur Syaikh.
Kemudian semut-semut tersebut berkumpul setelah penat mencari. Di tengah-tengah mereka berdiri satu semut yang mengundang mereka. Kemudian mereka menyerangnya dan memotong-motong tubuhnya di depan mata Syaikh dan beliau melihat sendiri kejadian tersebut. Beliau terheran-heran dengan kejadian tersebut. Mereka membunuhnya. Ya, membunuh dan memutilasi seekor semut di depan mata beliau. Karena mereka menyangka bahwa semut tadi membohongi mereka. “Ya, mereka membunuhnya di depanku dan ia dibunuh karena sebab aku,” ujar beliau.
Subhanallah, dalam dunia semut perbuatan dusta adalah perbuatan sangat buruk dan tercela sehingga pelakunya layak dibunuh. Para semut menilai perbuatan bohong adalah termasuk tindak kejahatan.
. . . dalam dunia semut perbuatan dusta adalah perbuatan sangat buruk dan tercela sehingga pelakunya layak dibunuh. . .
Islam Memandang Perbuatan Dusta
Dalam ajaran Islam, perbuatan dusta atau berbohong sangat-sangat dicela. Bahkan Islam mengategorikannya sebagai bagian dari tanda kekufuran dan kenifakan. Karenanya, Umat Islam diperingatkan secara umum agar tidak berdusta.
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman,
وَالَّذِينَ كَفَرُوا وَكَذَّبُوا بِآَيَاتِنَا أُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
Adapun orang-orang yang kafir dan mendustakan ayat-ayat Kami, mereka itu penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.” (QS. Al-Baqarah: 39)
إِنَّمَا يَفْتَرِي الْكَذِبَ الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِآَيَاتِ اللَّهِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْكَاذِبُونَ
Sesungguhnya yang mengada-adakan kebohongan, hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah, dan mereka itulah orang-orang pendusta.” (QS. Al-Nahl: 105)
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,
آيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلَاثٌ إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ وَإِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ
Tanda orang munafik ada tiga: apabila ia berkata dusta, apabila berjanji mengingkari, dan apabila diberi amanat berkhianat.” (Muttafaq ‘Alaih)
Dalam hadits yang sangat masyhur, “Ada empat hal, yang jika berada pada diri seseorang maka ia menjadi seorang munafiq sesungguhnya, dan jika seseorang memiliki kebiasaan salah satu dari padanya, maka berarti ia memiliki satu kebiasaan (ciri) nifaq sampai ia meninggalkannya; bila dipercaya ia berkhianat, bila berbicara ia berdusta, bila berjanji ia memungkiri dan bila bertikai ia berbuat curang.” (Muttafaqun 'alaih)
Maka semaksimal mungkin kita menghindarkan diri dari berbohong. Jangan mudah berkata dusta walau dalam perkara-perkara kecil. Karena demikian itu akan mengurangi kepercayaan orang kepada kita saat kita menyampaikan kebenaran.
Dahsyatnya Siksa Atas Pendusta
Siksa yang diancamkan atas pendusta sangat berat. Dalam hadits Samurah bin Jundab yang sangat panjang, dijelaskan akibat yang akan ditanggung oleh pendusta yang kebohongannya sudah sampai ke ufuk. RasulullahShallallahu 'Alaihi Wasallam menceritakan apa yang beliau temui dalam mimpinya,
فَانْطَلَقْنَا فَأَتَيْنَا عَلَى رَجُلٍ مُسْتَلْقٍ لِقَفَاهُ، وَإِذَا آخَرُ قَائِمٌ عَلَيْهِ بِكَلُّوِبٍ مِنْ حَدِيْدٍ، وَإِذَا هُوَ يَأْتِي أَحَدَ شِقَّيْ وَجْهِهِ فَيُشَرْشِرُ شِدْقَهُ إِلَى قَفَاهُ، وَمِنْخَرَهُ إِلَى قَفَاهُ، وَعَيْنَهُ إِلَى قَفَاهُ. (قَالَ : وَرُبَّمَا قَالَ أبو رَجَاء: فَيَشُقُّ). قَالَ: ثُمَّ يَتَحَوَّلُ إِلَى الْجَانِبِ الآخَرِ فَيَفْعَلُ بِهِ مِثْلَ مَا فَعَلَ بالجَانِبِ الأَوَّلِ، فَمَا يَفْرُغُ مِنْ ذَلِكَ الْجَانِبِ حَتَّى يَصِحَّ ذَلِكَ الْجَانِبُ كَمَا كَانَ، ثُمَّ يَعُوْدُ عَلَيْهِ فَيَفْعَلَ مِثْلَ مَا فَعَلَ الْمَرَّةَ الأُوْلَى. قَالَ: قُلْتُ لَهُمَا : سُبْحَانَ الله، مَا هَذَانِ؟ قَالَ: قَالاَ لِي : اِنْطَلِقْ اِنْطَلِقْ.
“Kemudian kami berangkat lagi mendatangi orang yang terlentang pada tengkuknya. Ternyata ada orang lain yang berdiri di atasnya sambil membawa kait (yang terbuat) dari besi. Tiba-tiba ia datangi sebelah wajah orang yang terlentang itu, lalu ia robek (dengan kait besi tersebut) mulai dari sebelah mulutnya hingga tengkuknya, mulai dari lubang hidungnya hingga tengkuknya, dan mulai dari matanya hingga tengkuknya. Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallamkemudian bersabda: “Selanjutnya orang itu berpindah ke sebelah wajah lainnya dari orang yang terlentang tersebut dan melakukan seperti yang dilakukannya pada sisi wajah yang satunya. Belum selesai ia berbuat terhadap sisi wajah yang lain itu, sisi wajah pertama sudah sehat kembali seperti sedia kala. Maka ia mengulangi perbuatannya, ia lakukan seperti yang dilakukannya pada kali pertama.”
Di penghujung hadits dijelaskan dosa yang diperbuat oleh laki-laki tadi, “Sesungguhnya laki-laki itu setiap keluar dari rumahnya ia berdusta (berbohong) yang kebohongannya sampai ke kaki-kaki langit (tersebar ke mana-mana,-terj)” (HR. Al-Bukhari) dalam riwayat lain, “Ia disiksa demikian hingga tiba hari kiamat.”
Siksa dahsyat yang ditimpakan kepada pendusta di atas terjadi di alam kuburnya sebagai adzab kubur. Ini terus disiksakan atasnya sampai terjadinya hari kiamat. Semoga Allah menyelamatkan kita darinya.